Jumat, 04 September 2015

sumpah dalam islam



Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali ditemukan masyarakat yang sengaja maupun tidak sengaja mengucapkan sumpah, entah itu masalah sepele atau bahkan masalah yang sangat serius. Biasanya kata-kata sumpah ini diucapkan di daerah pedesaan oleh ibu-ibu yang sedang berkumpul untuk menguatkan berita yang ia sampaikan pada teman-temannya, yang lebih mengejutkan bahwa sumpah ini dilakukan golongan umat islam sendiri. Ironis memang sesutau yang harusnya tidak sembarangan untuk mengucapkannya malah menjadi bahan lelucon. Karena  masalah tersebutlah hadirnya buku ini harapannya semoga hal yang demikian bisa dihindari dan tidak dijadikan adat atau kebiasaan buruk oleh penulis sendiri dan masyarakat pada umumnya. 
Al-aimaan dengan hamzah difat hahkan bentuk jamak dari yamiin. Dan asal makna al-yamin atau sumpah di dalam bahasa arab adalah tangan. Hal ini dikarenakan ketika dulu mereka bersumpah, mereka saling memegangi tangan (berjabat tangan)yang lain.
Dalam kitab Ringkasan fiqih lengkap. Karangan syaikh Dr. shalih bin fauzan al-fauzan. Menyebutkan bahwa al-aiman adalah bentuk jamak dari yamin ‘sumpah’, yaitu penegasan hukum dengan menyebutkan zat yang diagungkan dengan cara yang sangat khusus. Dinamakan demikian karena diambil dari arti al yadu al-yumna, yakni ‘tangan kanan’ karena orang yang bersumpah memberikan tangan kanannya dengan memukulkan kepada tangan kawannya, sebagaimana dilakukan dalam suatu perjanjian, akad, atau transaksi.
Adapun secara syara’ sumpah berarti menguatkan sesuatu dengan menyebut nama atau sifat allah
Sahnya sumpah                                                                   
Sumpah tidak sah kecuali dengan menyebut nama allah ta’ala salah satu nama dari nama-namanya, atau sifat dari sifatnya, dan sumpah yang menjadikan wajibnya kafarat adalah sumpah yang dikuatkan dengan nama allah atau dengan sifat-sifatnya seperti:
وَاللهِ : demi allah
Dengan nama allah : باالله
وَوَجْهِ اللهِ :demi wajah allah
وَعَضَمَتِهِ : Nya-demi keagungan
وَكِبْرِيَائِهِ :yaN-mi kebesaran
وَجَلَالِهِ :yan-demi keagungan
وَعِزَّتِهِ : demi kemuliaannya

Dari Abdullah bin umar Ra bahwasanya rasulullah SAW melihat umar bin al-khattab Ra sedang berjalan dengan kendaraannya, bersumpah dengan nama ayahnya, kemudian beliau SAW bersabda:
أََلاَ إِنَّ الله يَنْهَا كُمْ أَنْ تَحْلِفُوا بِابَائِكُمْ مَنْ كَاَنَ حَالِفًا فَاْيَحْلِفْ بِاللهِ أَوْ لِيَصْمُتْ.(متفق عليه)
“ketahuilah, sesungguhnya allah melarang kalian bersumpah dengan nama ayah-ayah kalian. Barang siapa bersumpah, hendaklah dengan nama allah, atau diam”.
Dari anas bin malik Ra, nabi SAW bersabda:
لاََ تَزَالُ جَهَنَّمُ تَقُوْلُ: هَلْ مِنْ مَزِيْدٍ؟ حَتَّى يَضَعَ رَبُّ الْعِزَّةِ فِيْهَا قَدَمُهُ, فَتَقُوْلُ: قَطْ وَعِزَّتِكَ, وَيُزْوَى بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ.
(متفق عليه)
“tidak henti-hentinya neraka jahannam berkata, masihkah ada tambahan? Hingga rabb yang maha mulia meletakkan kedua kaki nya padanya, sehingga ia (neraka) mengatakan, cukup, cukup demi kemuliaan-mu. Kemudian kemudian dia (allah) mengumpulkan kedua kaki nya.”

Sumpah dengan selain allah merupakan kesyirikan
Dari ibnu umar Ra ia berkata, “aku mendengar rasulullah SAW bersabda:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ.(البخاري)
“barangsiapa bersumpah dengan selain allah, maka ia telah kufur atau syirik”
Dan dari abu hurairah Ra, ia berkata, “rasulullah SAW bersabda:
مَنْ حَلَفَ مِنْكُمْ فَقَالَ فِيْ حَلْفِهِ بِاللاَّتَ فَلْيَقُلْ: لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ تَعَالَ أُقَامِرْكَ, فَلْيَتَصَدَّقْ.(متفق عليه)
“barangsiapa diantara kalian yang berkata ketika bersumpah, demi latta maka hendaknya mengucapkan, “laa ilaaha illah” dan barang siapa berkata kepada temannya. “kemarilah, aku akan bertaruh untukmu, maka hendaknya ia bersedekah”.
مَنْ حَلَفَ بِالإَمَانَةِ فَلَيْسَ مِنَّا
“ barangsiapa bersumpah dengan amanah, ia bukan dari golongan kami”
Ibnu abdil barr berkata, “ini adalah perkara yang telah menjadi kesepekatan.”
Syaikh taqiuddin ibnu taimiyah rahimahullah berkata. “haram hukumnya bersumpah dengan selain allah. Ini adalah madzab yang paling nyata. Diriwayatkan dari ibnu mas’ud dan lain-lain sebuah hadits berikut.
لَأَنْ أَحْلِفَ بِاللهِ كَاذِبًا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَحْلِفَ  بِغَيْرِهِ صَادِقًا
kiranya aku bersumpah dengan nama Allah dengan tidak jujur lebih aku sukai dari pada bersumpah dengan selain nama allah dengan jujur.
Syaikh dalam rangka menjelaskan ungkapan ibnu mas’ud diatas berkata, “karena, kebaikan tauhid adalah lebih besar daripada kebaikan kejujuran, dan keburukan dusta lebih sepele daripada keburukan kesyirikan.”
Sebagian orang ketika mereka bersumpah dengan selain allah beralasan bahwa mereka takut berbohong, sedangkan allah berfirman
وَلاَ تَجْعَلُوْا اللهَ عُرْضَةً لِّأَيْمنِكُمْ
“janganlah kamu jadikan (nama) allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan..” (Qs. Al-baqarah:224)
Adapun makna ayat tersebut sebagaimana yang dinukil oleh ibnu katsir dari ibnu abbas, ia berkata, “janganlah kalian jadikan sumpah kalian sebagai penghalang kalian untuk berbuat kebajikan, akan tetapi hapuskan sumpah kalian dengan kafarat, dan berbuat kebajikanlah.”
kafarat sumpah
tiga syarat yang mewajibkan kafarat jika seseorang bersumpah dengan nama allah, kemudian ia membatalkan sumpahnya:
pertama: hendaknya sumpah itu berupa sesuatu yang bisa dilakukan dengan sungguh-sungguh. Yakni, orang yang bersumpah itu bermaksud untuk mengadakan akad atas perkara dimasa yang akan datang yang memang bisa dilakukan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat al-baqarah ayat 225
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(89)
“ allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah) , tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah member makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau member pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak . barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah allah menerangkan kepadamu hokum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepadan-Nya).
Ayat diatas menunjukkan bahwa kafarat tidak wajib, melainkan dalam sumpah-sumpah yang serius.
Dalam shahih muslim dalam bab tentang sumpah (1020) menyebutkan bahwa:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أَعْتَمَ رَجُلٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّ اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, وَاللهِ, لأَنْ يَلَجَّ أَحَدُكُمْ بِيَمِنِهِ فِيْ أَهْلِهِ اثَمُ لَهُ عِنْدَ اللهِ مِنْ أَنْ يُعْطِيْ كَفَّارَةَ الَّتِيْ فَرَضَ الله (البخاري)
Diriwayatkan dari abu hurairah r.a ia berkata: rasulullah Saw. Pernah bersabda, “demi allah! Seseorang yang mengucapkan sumpah yang membahayakan berkaitan dengan keluarganya adalah lebih besar dosanya di sisi allah daripada dia berikan kaffarat sumpahnya yang telah diwajibkan oleh allah.”
Akad tidak mungkin terjadi, melainkan dimasa mendatang dan tidak dimasa lalu karena tidak mungkin adanya kesetiaan atau pembatalan dimasa lalu itu. Akan tetapi, jika melakukan sumpah atas perkara yang telah berlalu dengan cara dusta yang disengaja, yang demikian itu adalah sumpah palsu. Sumpah sedemikian itu menenggelamkan dirinya kedalam dosa, lalu kedalam neraka. Tidak ada kafarat dalam sumpah seperti itu karena lebih berat dari pada hanya dengan penebusa kafarat. Tindakan itu termasuk dosa besar.
Jika seseorang mengucapkan sumpah dengan tidak sengaja untuk melakukannya, sebagaimana jika ia mengucapkan, “tidak demi allah”, atau “ya demi allah”, sedangkan dirinya tidak bermaksud bersumpah, akan tetapi ucapan seperti itu mengalir dilidahnya tanpa sengaja, tindakan yang demikian itu adalah “tidak ada maksud”, tidak ada kafarat karenanya.
Hal tersebut berdasarkan ayat diatas dan juga berdasarkan hadits aisyah radiyallahu anha dengan derajat marfu’ berkenaan dengan tidak ada maksud dalam perkara sumpah,
هُوَ كَلَامُ الرَّجُلِ فِيْ بَيْتِهِ: كَلاَّ وَاللَّهِ ,بَلَى وَاللَهِ
“ sumpah seperti itu adalah ucapan seseorang di rumahnya, sama sekali tidak dan demi allah, benar, demi allah,” (diriwayatkan abu daud).
Syaikh ibnu taimiyah rahimahullah berkata, “demikianlah jika dilakukan untuk masa mendatang dengan keyakinan akan kejujurannya, sebagaimana orang yang bersumpah kepada orang lain dengan penuh keyakinan bahwa dirinya akan memenuhi sumpahnya itu, dan ternyata tidak dilakukan.
Kedua: seseorang bersumpah dengan sukarela. Jika seseorang bersumpah karena dipaksa, sumpahnya itu tidak berlaku. Hal itu berdasarkan sabda rasulullah SAW,
رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ.
“dimaafkan dari umatku (amalan) karena kesalahan, lupa, dan dipaksakan kepada dirinya.”
Ketiga: membatalkan sumpah. Dengan cara melakukan apa yang terdapat dalam sumpah; meninggalkannya; meninggalkan apa yang akan dilakukan dalam sumpah dengan sukarela dan penuh kesadaran akan sumpahnya itu. Jika melanggar sumpah karena lupa akan sumpahnya itu atau dipaksa, ia tidak berkewajiban melakukan kafarat. Hal itu berdasarkan sabda rasulullah Saw diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar